Tuesday, June 8, 2010
Imam Muntazar al-Mahdî As
Imam Muntazar al-Mahdî As
Adik-adik dan remaja tercinta
Adik-adik, dalam kehidupan dunia ini, kita memerlukan teladan dari insan yang berakhlak agung dan mulia, sehingga dengan keteladanan dari mereka, kita dapat meniru akhlak luhur mereka. Para pemimpin agama dan para Imam Ahlul Bait As adalah contoh dan teladan bagi kita semua. Oleh karena itu, kami telah membuat penelitian perihal kehidupan mereka, dengan maksud untuk memperkenalkan kepada adik-adik akan kehidupan mereka. Dan semaksimal mungkin kami telah menyusun buku-buku ihwal kehidupan mereka dengan bahasa sederhana sehingga dapat dipahami dengan mudah.
Kumpulan kisah manusia-manusia suci ini disusun seringkas mungkin dengan tidak melupakan keabsahan kisah-kisah teladan Imam Ahlul Bait itu.
Para ahli sejarah Islâm telah mengkajinya secara serius dan mereka mendukung adanya penyusunan buku ini.
Kami berharap, adik-adik sekalian sudi mengkajinya secara serius pula. Hasil dari pelajaran ini, kami meminta kepada adik-adik untuk dapat menyampaikan kesan dan pandangannya.
Kami sangat berterima kasih atas perhatian adik-adik. Dan semoga adik-adik mau bersabar menantikan edisi-edisi selanjutnya.
Wiladah
Kemilau mentari kehadiran Imam Mahdi, Imam ke dua belas memancarkan sinarnya, menerangi para pecintanya. Kemunculannya mencerlangkan sanubari orang-orang Syi'ah, orang-orang yang merindukan kedatangannya.
Khalifah 'Abbâsiyah dan pejabat pemerintahannya telah mendapat kabar bahwa beliau adalah Imam kedua belas dan Imam penutup Syi'ah yang berasal dari keturunan Imam Hasan 'Askarî As. Masa gaib Imam pamungkas ini akan mengalami masa yang panjang dan dialah yang akan membentuk pemerintahan semesta dengan keadilan.
Para penguasa zalim menjadi waspada dan ekstra hati-hati terhadap kemunculannya sehingga mereka berupaya ingin menggagalkan kemunculannya. Namun, mereka tidak sadar bahwa Fir'aun, meskipun dengan kekuatan adi daya yang dimilikinya membunuh secara massal bayi-bayi yang baru lahir, namun usahanya itu gagal total. Perbuatan biadab ini ia lakukan untuk mencegah munculnya seseorang yang akan menggoyang pemerintahan tiraniknya. Betapapun, ia tidak kuasa membendung keinginan Allah Swt untuk mewujudkan kebenaran. Ia pergi mencari dan menelusuri keberadaan Nabi Mûsâ dari rumah ke rumah tetapi orang yang dicarinya itu justru dibesarkan di dalam pangkuannya sendiri.
Mu'tamid, Khalifah Abbâsiyah - yang merupakan Fir'aun pada masanya - pun ingin melakukan hal yang sama. Ia pun mencoba mengikuti langkah Fir'aun berusaha mencegah kemunculan Sang Pembela Kebenaran yang ia takutkan akan merongrong kekuasaannya. Ia dengan ekstra ketat mengawasi dan menjaga rumah Imam Hasan 'Askarî As.
Ketika Imam diracun, beliau dibawa dalam keadaan lemah dari penjara ke rumahnya. Mu'tamid menugaskan lima orang pengawal pergi menyertai Imam untuk mewaspadai dan berpatroli di sekeliling rumah Imam jika ada kejadian dan peristiwa yang terjadi di rumah itu. Tidak hanya mengutus mata-mata, tetapi ia juga mengirim beberapa bidan ke rumah Imam untuk menjaga dan membantu proses kelahiran istri Imam As.
Kota Samarrah berubah menjadi kota duka dan lara atas kematian Imam As. Orang-orang menutup tempat kerja mereka untuk melayat ke rumah Imam. Penduduk kota itu mengusung jenazah suci Imam dengan tangan mereka sendiri dalam upacara penguburan yang kudus, agung dan akbar.
Khalifah 'Abbâsiya sangat gusar dan kesal atas kerumunan massa yang datang melayat Imam. Ia berusaha keras untuk menutupi kejahatannya dan mengumumkan bahwa kematian Imam merupakan sebuah kematian yang wajar dan alamiah.
Mu'tamid mengutus saudaranya untuk menghadiri upacara pemakaman dan bersaksi bahwa tidak ada yang membunuh Imam As .Di sisi lain, ia membagi-bagikan harta peninggalan Imam untuk menunjukkan bahwa Imam tidak meninggalkan anak yang dapat menunaikan salât jenazah dan menjadi pewaris sah atas harta peninggalan Sang Imam.
Namun betapapun, ia berusaha untuk menutupi cahaya kebenaran, kehendak Allah Swt lah yang tetap berlaku. Putra Imam berusia lima tahun ketika beliau dibunuh. Ia mencapai kedudukan Imam pada usia lima tahun, seperti Nabi 'Isâ yang diangkat sebagai Nabi ketika ia masih di ayunan.
Putra Imam pun - pada usia yang sama - ketika mereka meletakkan jenazah muqaddas ayahnya - dan pamannya yang bukan orang baik-baik itu ingin memimpin shalat jenazah - didorong ke samping dan beliau sendiri maju kedepan memimpin salat jenazah tersebut. Setelah selesai salat jenazah, beliau menghilang dari pandangan mata.
Sejak masa Imam Hasan 'Askarî, orang-orang Syi'ah telah melihat beliau di kediaman Imam Hasan 'Askarî dan telah mendengarkan nasihat beliau tentang anaknya kepada mereka. Setelah syahadah Imam, mereka tetap berhubungan dengan Imam hingga beberapa lama.
Keadaan yang berlaku ketika Imam lahir
Hakîmah, bibi Imam berkata : " Aku pergi ke rumah anak saudaraku, pada hari kamis pada bulan Sya'ban. Ketika aku ingin mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, Imam berkata, " Wahai bibi, tinggallah malam ini bersama kami karena putra kami akan segera lahir. Aku sangat bergembira dan berbahagia mendengarkan kabar itu dan pergi menjumpai Narjis (Ibunda Imam Zamân) namun aku tidak menemukan tanda-tanda kehamilan pada diri beliau. Aku terkejut - aku berkata pada diriku - aku tidak melihat tanda-tanda adanya bayi akan lahir. Pada saat-saat itu, Imam datang padaku dan berkata : " Duhai bibi, jangan bersedih, Narjis seperti ibunda Nabi Musâ As dan si bayi seperti Musâ, yang lahir secara tersembunyi dan tanpa tanda-tanda apa pun yang menyertai kelahirannya. Pergilah ke Narjis, dia akan segera melahirkan pada subuh hari. Aku berbahagia dan tinggal menemani Narjis dan apa yang dikatakan oleh Imam bahwa tanda-tanda kelahiran Narjis muncul sebelum matahari terbit di ufuk timur. Seberkas cahaya mewujud antara diriku dan dia sehingga aku tidak dapat melihat Narjis lagi. Aku ketakutan dan keluar dari bilik itu untuk menjumpai Imam melaporkan apa yang telah terjadi. Beliau tersenyum dan berkata, " Kembalilah, beberapa saat lagi engkau akan melihatnya."
Aku kembali ke kamar dan melihat seorang bayi baru lahir dan tengah melakukan sujud lalu ia mengangkat tangannya ke angkasa, berdzikir dan memuji Allah Swt dengan segala ke-Pemurahan-Nya, ke-Besaran-Nya dan ke-Esaan-Nya.
Keadaan Ibunda Narjis
Salah seorang budak Imam Hâdî " Busher Ansâri" menukilkan sebuah kisah sehubungan dengan kejadian itu. Suatu hari Imam Hâdî As memanggilku dan berkata padaku : Aku ingin memberikan sebuah pekerjaan untukmu, pelaksanaan pekerjaan ini akan menjadi sesuatu yang sangat berharga untukmu. Beliau memberikan sebuah surat disertai dengan sekantung karung yang berisi dua ratus emas Dinar. Beliau berkata : " Ambillah kantung ini dan pergi ke Baghdad nantikan di sana di Sungai Eufrat karena ada kapal yang akan berlabuh besoknya. Di sana terdapat banyak budak-budak yang dibawa untuk diperjual belikan. Kebanyakan pembeli dan penjual itu berasal dari Banî Abbâs dan beberapa pemuda dari suku bangsa yang lain. Di atas kapal itu, ada seorang wanita yang ketika ia diminta untuk menampakkan dirinya, ia enggan memenuhi permintaan pembeli itu. Salah seorang pemuda maju ke depan dan berkata pada tuannya, " Aku siap membeli wanita itu dengan harga dua ratus emas Dinar. Tetapi si wanita itu tidak setuju dengan tawaran pemuda itu. Lalu tuannya berkata : " Kamu tidak ada pilihan lain kecuali harus dijual, kamu harus terima tawaran pemuda itu." Tapi ia berkata lagi, sebentar, pembeliku akan segera datang. Lalu engkau maju ke depan berikan surat itu kepadanya, katakan " Jika wanita ini berhasrat kepada orang yang mengirim surat ini, aku akan membelinya." Setelah membaca surat yang disodorkan padanya, wanita itu merasa senang lalu engkau bayar dengan uang ini, serahkan pada tuannya dan bawa wanita itu kemari."
Busher berkata : " Aku kerjakan apa yang diperintahkan Imam kepadaku, aku beli wanita itu dari tuannya. Dalam perjalanan ia menceritakan kepadaku sebuah cerita yang mengejutkan, katanya : " Aku adalah putri Raja Roma. Datukku adalah sahabat dekat Nabi 'Isâ. Ayahku menginginkan aku menikah dengan keponakannya. Suatu hari, ia mengadakan sebuah pertemuan akbar di istana dan meminta kemenakannya duduk bersanding denganku di singgasana. Seluruh bangsawan Nasrani dan para punggawa kerajaan berkumpul untuk menikahkan aku dengannya.
Tiba-tiba istana berguncang, yang membuat segala sesuatunya berserakan dan saudara sepupuku itu terjatuh dari singgasana. Dengan adanya kejadian itu, mereka tetap tidak menyerah untuk menikahkan aku dengannya. Mereka kembali mengadakan pertemuan itu, namun kejadian yang sama juga kembali terjadi. Para bangsawan Nasrani menganggapnya sebagai sebuah pertanda buruk dan mereka semuanya bergegas meninggalkan istana.
Pada malam yang sama, aku tertidur dalam keadaan sedih dan pilu. Aku bermimpi seorang pria dengan cahaya yang memancar dari tubuhnya datang ke istana. Beberapa orang berkata bahwa pria itu adalah Nabi 'Isâ As dan yang lainnya berkata bahwa pria itu adalah Rasulullâh Saw. Rasulullâh Saw berhadapan dengan Nabi 'Isâ As, beliau berkata " Aku meminang cucumu untuk cucuku.
Nabi 'Isâ As sangat bergembira dengan pinangan itu. Beliau menerima pinangan Rasulullâh Saw.
Aku bangkit dari tempat tidurku dan tidak mengatakan perihal mimpi itu kepada siapa pun. Hingga suatu hari aku jatuh sakit dan ayahku memanggil seluruh tabib untuk melihat keadaanku. Namun tidak satu pun dari mereka yang dapat menyembuhkan sakitku. Aku memohon kepada ayahku untuk membebaskan orang-orang Muslim yang ada dalam penjara ketika itu.
Ia mengabulkan permohonanku. Ia membebaskan tawanan itu dan setelah orang-orang muslim itu dibebaskan, aku pun sembuh dari sakitku.
Pada malam yang sama, aku sekali lagi melihat dua orang wanita yang penuh dengan cahaya. Mereka berkata bahwa wanita itu adalah ibunda Nabi Allah 'Isâ As dan Fâtimah putri Rasulullâh Saw. Fâtimah maju ke depan dan berkata kepadaku : " Jika engkau ingin menjadi istri dari putraku, engkau harus menjadi muslim."
Aku menerima Islam melalui tangan beliau dalam mimpi itu. Lalu ia membawaku menjumpai anaknya Imam Hasan 'Askarî.
Cintanya menawan hatiku dengan kuat dan seluruh badanku lemas siang dan malam hingga suatu malam, aku melihat Imam Hasan 'Askarî dalam mimpi. Aku bertanya padanya, " Bagaimana aku dapat menjadi istrimu? Beliau berkata : " Ayahmu dalam waktu dekat ini akan mengirim serdadunya untuk berperang melawan serdadu muslim dan engkau akan berada di barisan belakang serdadu itu. Serdadu muslim akan memenangkan perang itu dan engkau akan di tahan sebagai tawanan perang dan akan dibawa ke Baghdad untuk dijual. Engkau akan dibawa ke Baghdad dengan kapal yang melintasi Sungai Eufrat. Kapal itu akan berlabuh di Sungai Eufrat dan mereka akan membawamu keluar dari kapal itu untuk dijual.
Para pembeli akan datang untuk membelimu. Namun, tunggulah, hingga seseorang (utusan) datang untuk membelimu. Ia akan datang dengan membawa surat dari ayahku. Dialah yang akan menjadi pembelimu dan membawamu pergi.
Aku terjaga dari mimpi dan merasa gembira. Dan setelah beberapa waktu berlalu, apa yang diceritakan oleh Imam Hasan dalam mimpi itu terjadi. Wahai Busher! Hingga saat ini tidak ada seorang pun yang tahu akan cerita ini dan mengenali aku. Berhati-hatilah, jangan engkau ceritakan kisahh ini kepada siapapun. Simpanlah cerita ini untukmu saja.
Busher berkata ketika Narjis menukilkan kisah itu kepadaku, gemetar seluruh tubuhku. Sejak saat itu, aku menghormatinya dan menemaninya seakan-akan aku ini adalah budaknya. Aku membawa beliau ke hadirat tuanku Imam Hâdî As. Beliau bertanya kepada wanita itu, bagaimana ceritanya engkau memeluk Islam? Dia menjawab : " Anda bertanya sesuatu yang anda lebih paham ketimbang aku."
Beliau lalu berkata : " Berita gembira untukmu tentang seorang anak yang akan memenuhi semesta ini dengan keadilan dan hukum, seorang anak yang dinanti-nantikan oleh seluruh umat manusia.
Kemudian beliau memalingkan wajahnya ke saudarinya Hakîma " Wahai ukhti! Inilah wanita yang kau nanti-nantikan selama ini. Bawalah ia bersamamu dan ajarkan Islam padanya." Hakîma memeluknya erat dan dengan penuh pengormatan ia membawanya pergi."
Periode kehidupan Sang Imam
Periode kehidupan Imam dapat dibagi menjadi tiga bagian :
1. Sejak lahir hingga syahadah ayahanda beliau. Ketika itu beliau berusia tiga tahun. Selama periode ini banyak sahabat-sahabat Imam dan fuqaha terkemuka datang dari berbagai penjuru dunia menjumpai Imam Hasan 'Askarî telah bertemu dengan anaknya dan meminta jawaban atas berbagai masalah yang mereka hadapi kepada Imam 'Askarî As. Imam As menunjukkan putranya kepada mereka dan memberikan saran-saran beliau tentang putranya itu.
2. Masa Ghâib Sughra (kecil) yang dimulai pada waktu beliau berusia enam tahun dan terus berlanjut hingga usia tujuh puluh enam tahun. Selama periode ini, aparat pemerintahan dan agen-agennya tidak dapat bertemu dengan beliau. Akan tetapi, sahabat-sahabat beliau tetap memiliki kesempatan untuk bertemu dengan beliau dan meminta jalan keluar atas masalah-masalah yang mereka hadapi.
Selama masa Ghâib Sughra ini, ada empat orang yang menjadi sahabat khusus Imam dan mereka menjadi perantara antara Imam dan pengikutnya. Mereka membawa dan mengirim surat-surat dan uang pengikut Imam itu dan menyampaikannya kepada Imam dan mengirim kepada mereka jawaban yang diberikan oleh Imam.
Empat orang sahabat Imam itu adalah :
1. 'Utsmân bin Sa'id
2. Muhammad bin 'Utsmân
3. Husain bin Raoh
4. 'Alî bin Muhammad Sumari
Keempat sahabat Imam ini adalah orang-orang kepercayaan Imam dan mereka menjalankan tugas-tugas yang dibebankan dengan baik.
Ketiga periode kehidupan Imam ini bermula sejak tahun 329 Hijriah. Masa ini disebut dengan masa Ghâîb Kubrâ dan hingga kini tetap berlangsung. Beliau - selama masa Ghâîb Kubrâ, yang hanya Allah Swt hingga kapan - menghadiri perhelatan dan acara perkumpulan yang diadakan oleh pengikut beliau. Beliau hadir dengan menyamar, tanpa diketahui oleh seorang pun. Tidak ada satu orang pun yang mengenali beliau. Mereka menganggapnya sebagai orang asing. Setelah Imam meninggalkan tempat itu , dengan melihat tanda-tanda yang ada, barulah mereka tahu dan sadar bahwa Imam telah datang ke tempat mereka.
Masa Penantian
Pada masa Imam menghabiskan masa hidup beliau dalam masa Ghâîb Kubrâ, beliau tidak memperkenalkan dirinya kepada fuqaha yang cakap, berbakat, dan terbekali dalam masalah-masalah keagamaan untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dan masyarakat Islam selama ghâîbnya. Namun mereka menyediakan lahan untuk menyongsong revolusi yang akan diusung oleh Imam Ma'sûm ini.
Orang-orang di masa kini, menantikan kedatangannya. Penantian ini tidak berarti hanya duduk tanpa ada perbuatan yang berarti sama sekali, passif, acuh tak acuh, tidak berusaha, dan berupaya membuka jalan bagi kedatangan Imam As. Sebaliknya, orang yang menanti adalah orang yang penuh pengharapan, berusaha, bekerja, bergerak, sadar dan cerdas, memiliki keyakinan yang teguh kepada Imam dan akhirnya meratakan dan membangun jalan bagi kemunculan dan kedatangan Imam Zamân Ajf.
Seorang penanti sejati persis ibarat pendaki gunung, yang menantikan waktu untuk menaklukkan puncak gunung dan berjuang dan berusaha untuk mencapai maksud yang ditujunya. Ia senantiasa siap-sedia untuk melakukan apa saja yang diperlukan untuk mencapai puncak. Tak pelak lagi, ia harus memiliki perencanaan yang matang untuk mencapai puncak kesuksesan dan sadar bahwa duduk diam berpangku tangan tidak akan membawanya kepada tujuan.
Dengan demikian, penantian bernuansa pergerakan, usaha, upaya, pikiran yang teguh, berkarya dan mencipta untuk kemaslahatan umat manusia. Jika prinsip dasar ini tidak disikapi secara matang dalam masyarakat, umat manusia akan beku, kaku, rikuh, putus asa dan kecewa, dan tidak lagi berpandangan optimistis menatap masa depan yang gemilang.
Prinsip penantian dalam Islam adalah sebuah prinsip yang tidak dapat dipisahkan dari agama yang memberikan kabar gembira tentang masa depan yang gemilang dan pelaksanaan totalitas keadilan sosial bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, ia menggembleng dirinya untuk mewujudkan cita-cita luhur ini sedemikian rupa sehingga ia mampu memerangi dan menghilangkan kegelapan, menyingkirkan kaum yang bersikap antagonis terhadap Imam Mahdi dan para sufi gadungan. Dan dengan keutamaan pergerakannya yang tak tertahankan itu menciptakan sebuah lingkungan yang siap membentuk pemerintahan tunggal alam semesta. Sehingga, ketika tiba masa kemunculan insan yang telah diciptakan Allah Swt dengan pesona kepribadian yang luhur ini, seluruh maksud dan tujuan Islam akan mencapai bentuknya. Insya Allah
Mukjizat Imam Mahdi As
Walaupun Imam memiliki banyak mukjizat, namun di sini kita akan menyebutkan dua saja dari sekian mukjizat yang dimiliki oleh beliau. Mukjizat itu antara lain :
1. Syaîkh Tûsi menukil riwayat dari seseorang yang bernama Rashiq, yang merupakan antek dari Khalifah Abbasîyah, Mu'tazid. Suatu hari Mutazid memanggilku dan berkata : " Aku telah dengar kabar bahwa di kediaman Hasan 'Askarî ada seorang anak. Ia menemaniku beserta dua orang anteknya yang lain, ia berkata : " Bergegaslah pergi ke Samarrah dan terobos rumah Hasan 'Askarî. Jika engkau temukan seorang anak muda di sana, bunuh dan bawa kepalanya kemari. Kami pun bergegas menuju ke Samarra. Kami tiba di depan pintu Imam Hasan 'Askarî tanpa menjumpai sedikit pun rintangan di jalan. Kami melihat seorang budak sedang duduk di depan pintu. Kami masuk ke rumah dan tidak mengindahkan si budak di depan pintu rumah itu. Kami lihat sebuah rumah yang indah dan sebuah kamar di pojok rumah itu yang menarik perhatian kami. Kami singkap tirai yang menghalangi , kami temukan sebuah kamar besar yang penuh dengan air dan di kamar itu ada sebuah karpet yang menghampar dan seorang anak muda sedang sibuk mengerjakan salât. Salah seorang dari utusan Khalifah itu mencoba untuk memasuki kamar itu, namun dengan seketika ia tenggelam. Kami berusaha dengan susah payah untuk menyelamatkannya. Si utusan itu pingsan akibat ulahnya itu.
Utusan yang lainnya juga mencoba untuk memasuki kamar itu, dan seperti utusan yang pertama, ia pun tenggelam dalam air itu. Kami menyeretnya keluar. Ia juga ikut pingsang. Beberapa saat berlalu kedua utusan itu siuman kembali. Dalam keadaan gemetar karena takut, kami menunggangi kuda dan beranjak meninggalkan tempat itu menuju ke istana Khalifah.
Kami menemuinya pada tengah malam. Ia dengan sengaja berjaga-jaga dan sedang menantikan kedatangan kami. Kami ceritakan kisah yang baru saja kami alami, ia pun ikut ketakutan sebagaimana kami. Ia berkata : " Tidak seorang pun yang boleh tahu kejadian ini. "Simpan baik-baik rahasia ini dan jangan katakan kepada siapa pun. Jika aku sampai tahu bahwa kalian membocorkan rahasia ini kepada orang lain, aku tidak akan segan-segan untuk membunuh kalian. Hingga akhir hayatnya, Mutazid sedikit pun tidak memiliki keberanian untuk bercerita perihal kejadian itu.
2. 'Ali bin Sinan bercerita, sekelompok orang dari Qum - datang dengan membawa uang - bergerak menuju Samarra ingin menjumpai Imam Hasan 'Askarî Ketika mereka tiba di Samarra, mereka baru tahu bahwa Imam Hasan 'Askarî telah wafat. Mereka tetap tidak percaya dan memikirkan apa yang seharusnya dilakukan. Hingga beberapa waktu, mereka diperkenalkan dengan seseorang yang bernama Ja'far saudara Imam Hasan 'Askarî As. Ketika mereka menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan mereka, Ja'far berkata, " Serahkan uang yang kalian bawa itu kepadaku, karena akulah pengganti Imam Hasan. Mereka berkata, " Imam harus mengatakan kepada kami berapa banyak uang yang kami bawa dan menyebutkan pemilik dari setiap kantung uang itu?"
Kisah ini pernah terjadi sebelumnya (kebiasaan Imam, bertanya). Oleh karena itu, " Ja'far merasa malu dan berkata, " Kalian berdusta kalau saudaraku biasa menanyakan hal-hal seperti itu. Karena apa yang kalian tanyakan itu hanya dapat diketahui oleh Allah Swt, Sang Mahatahu, Sang Mahahadir di setiap tempat. Tidak satu pun orang yang dapat mengetahui hal itu selain-Nya.
Kafilah dari Qum itu tetap bersikeras dengan sikap mereka, sehingga membuat Ja'far mengadukan mereka kepada Khalifah. Khalifah memanggil mereka dan memerintahkan untuk menyerahkan uang itu kepada Ja'far. Mereka memohon kepada Khalifah," Uang ini bukan milik kami. Uang itu adalah simpanan umat. Kami tidak pilihan lain kecuali menyerahkan uang ini kepada seseorang yang menjadi pengganti Imam dan jika tidak, kami akan mengembalikan uang ini kepada pemiliknya.
Khalifah menerima permohonan mereka dan membiarkan mereka pergi. Ketika kafilah itu memutuskan untuk meninggalkan kota itu, seorang pemuda datang mendekat dan berkata, " Imam memanggil kalian semua untuk berjumpa dengan beliau."
Mendengar undangan itu, mereka sangat bersuka cita dan mengikuti pemuda itu menuju rumah Imam Hasan 'Askarî. Di rumah itu, kafilah itu menjumpai seorang pemuda, tanda-tanda dan aura Imamah nampak dari wajahnya. Mereka mengulangi pertanyaan sebagaimana pertanyaan kepada Ja'far.
Imam tersenyum dan berkata, " Duduklah, sehinggah aku dapat memberitahu kepada kalian tentang isi setiap kantung ini berikut pemiliknya. Lalu, Imam menyebutkan satu persatu pemilik kantung uang itu dan jumlahnya.
Kami sangat bergembira dan bersuka cita melihat kenyataan bahwa kami telah menemukan apa yang selama ini kami cari. Kami mengambil kantung uang itu dan menyerahkannya kepada Imam As. Perjumpaan dengan Imam adalah sebuah kesempatan emas untuk menanyakan masalah-masalah yang kami hadapi. Kami pun mengutarakan permasalahan-permasalahan yang kami hadapi yang dijawab oleh beliau dengan gamblang. Beliau memerintahkan kepada kami untuk tidak lagi membawa uang ke Hâdîrat beliau, dan meminta untuk menyerahkannya kepada wakil yang akan ditunjuk oleh beliau. Bilamana kami memiliki pertanyaan, kami mengirimnya kepada beliau dan beliau mengirim jawaban pertanyaan itu.
Kami pun pamit dari hadirat beliau. Kami bersyukur kepada Allah Swt atas nikmat dan anugrah yang besar ini, dapat berjumpa dengan beliau.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment