DIVIDER LAMAN WEB ILMU ILMU ALLAH

FORCE OF ALLAH LIGHT SABER

Selamat Datang

jedi logo Pictures, Images and Photos

Alam Sejagatraya Kerajaan Kita

animated universe

**Masjid Jamkaran Yang Mulia~Qum~Iran**

**Masjid Jamkaran Yang Mulia~Qum~Iran**
**Masjid Syaidina Imam AlMahdi(A.S.)**

**Marilah Solat 5 Waktu Dengan Tetap~Semoga Bahagia Dunia Dan Akhirat**

Nasyid Sami Yusuf-Ya Mustafa


Free Music Downloads

**Anak Kapal Angkasa Raya Sejagatraya DiRaja**

Star Wars Spinning X-Wing Pictures, Images and Photos

*Memperbanyakkan Selawat Ke Atas Nabi S.A.W. Supaya Majlis Ilmu DiBerkati*

*Memperbanyakkan Selawat Ke Atas Nabi S.A.W. Supaya Majlis Ilmu DiBerkati*
*(Doa Terang Hati Pelajar-Pelajar Sufi Tendai Knights)*

Al-Islam Kerajaan Kita Sign

KERAJAAN-KITA ISLAMIC LED TICKER

** Pusat Pengkalan Perpustakaan Khazanah Ilmu-Ilmu Allah **

Spinning Starfleet Logo Pictures, Images and Photos **Untuk Mencapai Kesempurnaan Iman,Ilmu Ilham,Amalan Yang Istiqamah,Ketinggian Dan Kemurniaan Akhlak,Keamanan Alam Insan Sejagat,Ukhuwah,Pembelaan Agama Dan Dunia**

Selamat Datang Ke Laman Web Rasmi Mahaguru Maharaja Sejagatraya Sufi Tendai Islam

Selamat Datang Ke Laman Web Rasmi Mahaguru Maharaja Sejagatraya Sufi Tendai Islam
** SALAM~SAYANG ** SALAM ~CERIA ** SALAM~RAUDHAH **

Air Terjun Kerajaan Kita

animated waterfall Pictures, Images and Photos

PEJABAT DIRAJA PERTUBUHAN BERSATU SUFI TENDAI GERAK CAHAYA KNIGHTS

PEJABAT DIRAJA PERTUBUHAN BERSATU SUFI TENDAI GERAK CAHAYA KNIGHTS
E-mail: sheikh.engku@gmail.com (Dekan Universiti Ilmu Allah)

AKADEMI KELUARGA KEAMANAN SUFI TENDAI SINGA KNIGHTS

AKADEMI KELUARGA KEAMANAN SUFI TENDAI SINGA KNIGHTS
*Aqidah-Akhlak-Ilmu Seni Bela Diri Islam-Penyembuhan-Konsultasi-Pengembaraan Ghaib-Deteksi-Ilmu Ilmu Allah*

**Kapal Induk Angkasa Lepas-Lebih Cepat Dari Cahaya**

Star Trek The Next Generation Starship Enterprise 01 Warp Warping Drive Captain Picard Riker Troi Worf Icon Icons Emoticon Emoticons Animated Animation Animations Gif

Wira-Wira DiRaja Kemuliaan Ketenteraman Sejagatraya Sufi Tendai Khalifah Kuasa Khalik A.W.J.

Wira-Wira DiRaja Kemuliaan Ketenteraman Sejagatraya Sufi Tendai Khalifah Kuasa Khalik A.W.J.
Pengamal Ilmu Allah Dan Ilmu Tenaga Dalam Islam

Semarak Kesyukuran Keamanan Alam Nyata Allah S.W.T.

Semarak Kesyukuran Keamanan Alam Nyata Allah S.W.T.
Tentera~Tentera Cahaya Nur Allah S.W.T.

*KERAJAAN KITA ISLAMIC FORCE LED FLICKER V.1


I made this widget at MyFlashFetish.com.

KONSUL PERSEKUTUAN UKHWAH KOMUNITI AL-ISLAM SUFI TENDAI SEMANGAT SINGA

**Semoga Allah MeRahmati Para-Para Ahli Dewan Rasmi Guru-Guru Serta Pensyarah Dan Para Ahli-Ahli Murid Mahaguru Islam Imam AlMahdi(A.S.)**

No.1 Sufi Jedi Tactical Simulation Room-Star Wars:Royal Rogue Squadron

No.2 Sufi Jedi Tactical Simulation Room-Star Wars:The Kessel Run

No.2 Sufi Jedi Tactical Simulation Room-Star Wars:The Kessel Run
Click Our Private Sufi Jedi Holodeck Training Game Image

No.3 Sufi Jedi Tactical Simulation Room-Star Wars:Sufi Tendai LightSaber Training

No.3 Sufi Jedi Tactical Simulation Room-Star Wars:Sufi Tendai LightSaber Training
Click Our Private Sufi JediHolodeck Training Game Image

No.4 Sufi Jedi Tactical Simulation Room-Star Wars: Sufi Tendai Knights Battle-Blades Of Light

No.4 Sufi Jedi Tactical Simulation Room-Star Wars: Sufi Tendai Knights Battle-Blades Of Light
Click Our Private Sufi Jedi Holodeck Training Game Image

BERJIHAD BERSAMA MAHARAJA ISLAM BERTENTANG DENGAN BALA TENTERA IBLIS

star wars Pictures, Images and Photos

Saturday, June 13, 2009

IMAM MAHDÎ AL-MUNTAZHAR


Kita sedang berada di hadapan harapan nilai-nilai insani, nilai-nilai nsani yang terkoyak dan dihancurkan oleh kajahatan perang dan dibasmikan oleh ketamakan kaum Imperialis. Kita sedang berada di hadapan keadilan tegar yang akan membasmikan kezaliman, meluluh-lantakkan sistem perbudakan, dan menghancurkan kelaliman, menebar rahmat dan menyebar cinta kasih di tengah-tengah umat manusia, serta memenuhi hati orang-orang tertindas dengan harapan dan rahmat.

Kita sedang berada di hadapan Al-Qâ’im keluarga Muhammad saw. yang telah dipersiapkan oleh Allah swt. untuk memperbaiki dunia dan merombak sistem-sistem pemerintahan bejat yang telah menjerumuskan umat manusia ke dalam jurang dalam yang tidak memiliki kestabilan. Kita sedang berada di hadapan figur yang telah dipilih dan dipersiapkan oleh Allah untuk memenuhi bumi dengan keadilan, setelah bumi ini dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman.

Sesungguhnya Allah swt. telah memilih wali-Nya yang teragung, wali-Nya yang paling pemberani, wali-Nya yang memiliki bashirah yang paling peka, dan wali-Nya yang paling rendah hati untuk merealisasikan perbaikan yang menyeluruh dan universal ini. Cukuplah sebagai bukti kedudukannya yang agung bahwa ia berasal dari Ahlul Bait yang telah dbersihkan oleh Allah dari segala jenis kotoran dan disucikan sesuci-sucinya.

Pada kesempatan ini, kami akan memaparkan sekilas sejarah kehidupan dan biografi manifestasi keadilan dan harapan kaum tertindas ini.

Sang Putra yang Agung

Dunia terang benderang dengan kelahiran sang reformis agung yang akan mengembalikan kejayaan dan nikmat Islam kepada umat manusia dan meyelamatkan mereka dari segala jenis kezaliman dan kelaliman. Termasuk karunia Allah swt. yang agung ketika Dia merahasiakan kehamilan dan kelahirannya, sebagaima Dia juga pernah merahasiakan kehamilan dan kelahiran nabi-Nya, Mûsâ bin ‘Imrân as.

Para ahli sejarah meriwayatkan kisah kelahiran Imam Mahdî as. Menurut mereka, Imam Hasan Al-‘Askarî as. memanggil bibinya yang bernama Sayyidah Hakîmah, salah seorang putri Imam Muhammad Al-Jawâd as. Sayyidah Hakîmah menyerupai neneknya, Fathimah Az-Zahrâ’ as. dalam sisi ibadah, kemuliaan, dan kesucian. Ketika ia sampai, Imam Al-‘Askarî as. menyambutnya dengan seluruh penghormatan dan pengagungan. Ia berkata kepadanya: “Hai bibiku, berbuka puasalah malam ini di rumahku. Allah ‘Azza Wajalla akan memberikan berita gembira kepada Anda dengan (kelahiran) wali dan hujah-Nya, serta khalifahku sepeninggalku.”

Sayyidah Hakîmah sangat gembira dan bahagia. Ia bertanya: “Semoga Allah menjadikanku sebagai tebusan Anda! Wahai junjunganku, dari siapakah khalifah ini akan lahir?”

“Sûsan,” jawab Imam Al-‘Askarî pendek.

Sayyidah Hakîmah menoleh ke arah Sûsan dan ia tidak melihat tanda-tanda kehamilan. Ia berkata lagi: “Ia tidak hamil.”

Imam Al-‘Askarî as. tersenyum seraya berkata kepadanya dengan halus: “Jika waktu fajar tiba, kehamilannya akan nampak bagimu. Sûsan adalah sama seperti ibunda Mûsâ. Ibunda Mûsâ juga tidak memiliki tanda-tanda kehamilan dan tak seorang pun tahu tentang hal itu hingga ia melahirkan. Hal itu karena Fir’aun selalu merobek setiap perut wanita yang hamil demi mencari Mûsâ. Anakku ini adalah sama seperti Mûsâ.”

Sayyidah Hakîmah bermalam di rumah keponakannya itu. Ketika waktu salat Maghrib tiba, ia mengerjakan salat Maghrib. Lalu, ia berbuka puasa bersama Sayyidah Sûsan, ibunda Imam Al-Muntazhar. Setelah usai berbuka puasa, ia menuju ke tempat tidur. Ketika akhir malam tiba, ia bangun untuk mengerjakan salat malam. Ketika sampai di rakaat terakhir—yaitu, salat Witir, Sayyidah Sûsan melompat (dari tempat tidur) dalam kondisi takut dan gemetar. Ia juga mengerjakan salat sunah malam. Setelah usai mengerjakan salat sunah malam, ia merasakan rasa sakit hendak melahirkan. Sayyidah Hakîmah bergegas menjumpainya seraya berkata kepadanya: “Apakah kamu merasakan sesuatu?”

Sayyidah Sûsan menjawab dengan penuh rasa ketakutan dan kekhawatiran: “Sungguh aku menemukan sesuatu yang sangat dahsyat.”

Sayyidah Hakîmah menenangkannya seraya berkata kepadanya dengan penuh kasih sayang: “Kamu tidak takut, insya Allah.”

Tidak lama berselang, Sayyidah Sûsan melahirkan putranya yang agung yang akan membersihkan bumi ini dari kotoran orang-orang lalim dan kezaliman orang-orang zalim, serta menegakkan hukum Allah swt. di muka bumi ini.

Ketika Imam Al-‘Askarî as. diberitahukan tentang kelahiran sang putra, ia sangat gembira dan bahagia. Ia mulai membohongkan tekad para lalim dari kalangan penguasa Bani Abbâsiyah yang selalu berkehendak ingin membunuhnya dan memutus keturunannya seraya berkata: “Para zalim itu menyangka akan dapat membunuhku untuk memutus keturunan ini. Bagaimana mereka melihat kekuatan Allah ini?”[1]

Acara Ritual Kelahiran

Imam Hasan Al-‘Askarî as. menyambut kelahiran sang putra dengan kebahagiaan dan kegembiraan yang luar biasa. Ia melaksanakan acara ritual kelahiran atas putra yang baru lahir ini. Ia mengumandangkan azan di telinga kanannya dan membacakan iqamah di telinga kirinya. Ia telah memperdengarkan dengungan Allahu Akbar, lâ ilâha illallâh di telinganya.

Dengan ritual ini, Imam Al-‘Askarî as. telah memberikan makanan spiritual kepadanya dengan kalimat-kalimat yang merupakan rahasia wujud dan missi terpenting para nabi as. itu. Sang putra yang baru lahir itu berbicara (seraya melantunkan) ayat Al-Qur’an yang berfirman: “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan orang-orang yang mewarisi bumi, serta akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta bala tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan.” (QS. Al-Qashash [28]:5-6)

Pemimpin teragung ini telah dilahirkan dalam kondisi rahasia dan tersembunyi semacam ini lantaran khawatir atas ancaman dinasti Bani Abbâsiyah yang selalu melakukan monitoring atasnya dengan ketat demi menghabisi jiwanya. Hal itu mereka lakukan karena meyakini bahwa ia adalah figur yang akan membasmi kerajaan dan kekuasaan mereka.
Ala kulli hal, Sayyidah Hakîmah menggendong bayi yang baru lahir itu dan menciuminya seraya berkata: “Aku mencium sebuah bau semerbak mewangi dari tubuhnya yang aku belum pernah mencium bau sewangi itu selama ini.” Setelah itu, Imam Al-‘Askarî as. menggendongnya seraya berkata: “Aku menitipkanmu kepada Allah sebagaimana Dia pernah menitipkan kepada ibunda Mûsâ. Hiduplah berada di bawah karunia Allah, tabir-Nya, dan haribaan-Nya.” Setelah berkata demikian, ia menoleh ke arah bibinya seraya berpesan: “Rahasiakanlah berita kelahiran sang bayi ini dan janganlah kamu beritahukan hal ini kepada siapa pun sehingga kitab sampai kepada masanya.”[2]

Undangan Makan Massal

Setelah kelahiran sang putra yang penuh berkah itu, Imam Hasan Al-‘Askarî as. menyuruh seseorang untuk membeli daging dan roti dalam jumlah yang banyak demi disedekahkan kepada orang-orang fakir-miskin yang hidup di kota Samirra’.[3] Di samping itu, ia juga melakukan akikah untuknya dengan menyembelih tujuh puluh ekor kambing dan mengirimkan empat ekor di antaranya kepada Ibrahim dengan disertai surat yang berisi: “Kambing-kambing ini berasal dari anakku, Muhammad Al-Mahdî. Makanlah kambing-kambing itu dan ajaklah pengikut kami yang kamu jumpai untuk makan bersama.”[4]

Kebahagiaan Para Pengikut Syi‘ah

Kebahagiaan dan kegembiraan yang tak terkira mendominasi seluruh masyarakat Syi‘ah atas kelahiran pemimpin yang agung ini. Mereka datang silih berganti menjumpai Imam Abu Muhammad as. untuk mengucapkan selamat atas kelahiran sang putra yang penuh berkah itu. Salah seorang di antara mereka adalah Hasan bin Hasan Al-‘Alawî. Ia bercerita: “Aku bertamu ke rumah Abu Muhammad Hasan bin Ali dan kuucapkan selamat atas kelahiran putranya Al-Qâ’im di Samirra’.”[5]

Seseorang pernah berkata kepada Hamzah bin Fath: “Kabar gembira! Tadi malam putra Abu Muhammad telah lahir.” Hamzah bertanya: “Siapakah namanya?” Orang itu menjawab: “Muhammad dan nama panggilannya adalah Abu Ja‘far.”[6]

Nama Sang Putra

Pemimpin yang agung ini diberi nama seperti nama kakeknya, Rasulullah yang agung saw. yang telah berhasil memancarkan sumber-sumber hikmah dan ilmu pengetahuan di muka bumi ini. Para perawi hadis sepakat bahwa orang yang telah memberi namanya dengan nama tersebut adalah kakeknya, Rasulullah saw.[7] Ia diberi gelar Al-Mahdî lantaran ia memberikan petunjuk jalan kepada agama yang benar.[8] Gelar ini adalah gelarnya yang sangat dikenal oleh masyarakat luas.

Perjumpaan dengan Syi‘ah

Imam Hasan Al-‘Askarî as. menunjukkan sang putra yang agung itu kepada para pengikut Syi‘ah yang tulus dan terpilih sehingga tak seorang pengingkar pun mengingkari keberadaannya dan juga tak seorang peragu pun yang meragukan kelahirannya. Mereka semua berjumlah empat puluh orang. Di antara mereka adalah Muhammad bin Ayyûb, Muhammad bin ‘Utsmân, dan Mu‘âwiyah bin Hakîm. Ia berpesan kepada mereka: “Anak ini adalah imammu sepeninggalku dan khalifahku atas kamu semua. Taatilah ia dan janganlah kamu berpecah-belah dalam masalah agama sepeninggalku, karena kamu pasti binasa. Ingatlah bahwa kamu sekalian tidak akan pernah melihatnya lagi setelah hari ini.”[9]

Imam Al-‘Askarî as. telah menyempurnakan hujah kepada para pengikutnya dan memperkenalkan mereka kepada imam mereka supaya mereka dapat menjadi saksi-saksi yang jujur untuk menyampaikan amanat mereka itu kepada selain mereka.

Karakter yang Tinggi

Tidak ada satu karakter sempurna pun kecuali ia menjadi karakter substantif sang reformis agung ini. Allah telah menciptakannya dari cahaya, memberisakannya dari setiap kekurangan, menyucikannya dari segala kotoran, dan menyimpannya untuk memperbaiki hamba-Nya dan menegakkan agaman-Nya. Di antara karakter-karakter agung tersebut adalah berikut ini:

a. Keluasan Ilmu Pengetahuan

Sebuah realita yang pasti adalah, bahwa Imam Mahdî as. adalah figur manusia yang memiliki penguasaan yang paling sempurna dan luas atas seluruh janis dan bidang ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan yang baru maupun yang kuno. Tidak ada satu bidang ilmu pun di dunia ini kecualinya telah menguasainya secara sempurna. Nenek moyangnya telah mengungkapkan ketinggian kedudukan ilmiahnya ini sebelumnya diciptakan. Marilah kita simak ungkapan-ungkapan mereka dalam hal ini:

a. Imam Amirul Mukminin as. berkata: “Dia adalah figur yang memiliki tempat perlindungan yang paling lapang, yang memiliki ilmu pengetahuan yang paling luas, dan yang lebih menyambung tali silaturahmi.”[10]

b. Hârits bin Mughîrah bercerita: “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah Husain bin Ali as., ‘Dengan tanda apakah Al-Mahdî bisa diketahui?’ Ia menjawab, ‘Dengan pengetahuannya terhadap halal dan haram dan dengan kebutuhan masyarakat kepadanya, sedangkan ia sendiri tidak membutuhkan siapa pun.’”[11]

c. Imam Abu Ja‘far Al-Bâqir as. berkata: “Urusan—yakni imâmah—ini akan dipegang oleh seorang keturunan kami yang paling muda dan paling bagus nama baiknya. Allah mewariskan ilmu pengetahuan kepadanya dan Dia tidak akan pernah menyerahkan (urusan)nya kepada dirinya sendiri.”[12]

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika muncul kembali, ia akan mengadakan perdebatan dengan orang-orang Yahudi dengan bersandarkan kepada kitab Taurat, dan mayoritas mereka akan memeluk agama Islam.[13]

Pada masa periode Ghaibah Shughra, Imam Mahdî as. menjadi tempat rujukan tertinggi bagi dunia Islam dalam masalah-masalah Fiqih dan lain sebagainya. Empat wakil khususnya senantiasa menghaturkan masalah-masalah yang ditanyakan oleh muslimin kepadanya dan ia menjawab seluruh pertanyaan tersebut. Buku-buku referensi Fiqih mazhab Imamiah penuh dengan jawabannya itu. Para fuqaha menjadikan jawaban itu sebagai sandaran dalam mengeluarkan fatwa berkenaan dengan sebuah hukum syariat. Syaikh Shadûq as. telah menulis dengan tangannya sendiri fatwa-fatwa Imam Mahdî itu dalam jumlah yang sangat banyak.[14]

Suatu realita yang pasti adalah, bahwa ketika Imam Mahdî as. telah muncul kembali, seluruh ilmuwan dunia, baik dalam bidang Medis, Fisika, dan bidang-bidang ilmu pengetahuan yang lain akan berjumpa dengannya untuk menguji tingkat keilmuannya, dan ia pasti akan menjawab mereka dengan jawaban yang paling jitu. Dengan demikian, mereka akan memeluk agama Islam dan tak seorang pun tersisa kecuali meyakini kepemimpinannya.

b. Kezuhudan

Seluruh sejarah kehidupan para imam pembawa petunjuk as. ini memiliki keserupaan dalam segala bidang pemikiran dan ilmiah. Di antara titik-titik kesamaan itu juga adalah kezuhudan terhadap dunia dan kepenolakan terhadap seluruh kelezatan dan kegemerlapannya. Anda tidak membaca sejarah hidup seorang imam dari mereka kecuali Anda pasti menemukan bahwa karakternya yang paling menonjol adalah kezuhudan terhadap harta dunia. Mereka semua mengikuti jejak junjungan mereka, junjungan ‘Itrah yang suci, yaitu Imam Amirul Mukminin as. yang telah menceraikan dunia sebanyak tiga kali sehingga tidak ada istilah rujuk setelah itu. Di atas jalan benderang inilah, keturunannya menjalani kehidupan ini.

Telah banyak hadis yang diriwayatkan dari para imam maksum as. yang menegaskan kezuhudan Imam Al-Muntazhar as. sebelumnya sendiri dilahirkan. Di antara hadis-hadis itu adalah sebagai barikut ini:

a. Mu‘ammar bin Khallad meriwayatkan dari Imam Abul Hasan Ar-Ridha as. bahwa ia berkata: “Al-Qâ’im tidak memiliki pakaian kecuali pakaian yang kasar dan tidak memiliki makanan kecuali makanan yang kasar pula.”[15]

b. Ali bin Hamzah dan Wuhaib, masing-masing meriwayatkan dari Imam Ash-Shadiq as. bahwa ia berkata: “Alangkah tergesa-gesanya kamu sekalian menunggu kemunculan Al-Qâ’im. Demi Allah, ia tidak memiliki pakaian kecuali pakaian yang kasar dan tidak memiliki makanan kecuali gandum yang kasar pula.”[16]

c. Abu Bashir meriwayatkan dari Imam Ash-Shadiq as. bahwa ia berkata: “Ia tidak memiliki pakaian kecuali pakaian yang kasar dan tidak memiliki makanan kecuali (gandum) yang kasar pula.”[17]

Seandainya sirah kehidupannya tidak sejalan dengan kezuhudan semacam ini, niscaya Allah swt. tidak akan memilihnya untuk melaksanakan tugas reformasi (atas kondisi umat manusia) dari sejak Dia menciptakan bumi ini. Beliaulah figur yang akan memenuhi bumi ini dengan keadilan setelah dienuhi oleh kezaliman dan kelaliman, menyelamatkan umat manusia yang terlalimi dari kezaliman orang-orang zalim dan kesombongan para penguasa, dan menebarkan karunia dan rahmat Allah di kalangan orang-orang tertindas. Dengan itu semua, tidak akan tersisa bayangan kefakiran dan kemiskinan.

c. Kesabaran

Salah satu karakteristik jiwa Imam Al-Muntazhar as. yang lain adalah kesabaran atas segala ujian dan malapetaka. Ia adalah salah sorang imam yang akan menghadapi ujian dan malapetaka yang paling berat. Selama periode yang panjang ini, ia telah menyaksikan peristiwa-peristiwa mengerikan yang telah menyerang dan menghujam dunia Islam. Salah satu peristiwa yang sangat menyakitkan hati itu adalah seluruh lapisan umat Islam menjadi buruan kaum Imperialis kafir. Kaum ini telah menebarkan kemungkaran di dalam kehidupan mereka, menghentikan hukum-hukum Allah, merampas seluruh kekayaan mereka, dan ikut campur tangan dalam seluruh urusan dalam negeri yang sangat menentukan masa depan mereka. Sebagai seorang pemimpin spiritual pada masa kini dan ayah penyayang bagi seluruh muslimin, ia melihat semua malapetaka itu dan ia tetap bersabar seraya menyerahkan seluruh urusan kepada Allah swt. hingga Dia mengizinkan dan memerintahkannya untuk keluar mengomandokan jihad.

d. Keberanian

Imam Mahdî as. adalah figur yang memiliki hati paling pemberani dan tekad yang paling kokoh. Ia tidak berbeda dengan kakeknya, Rasulullah saw. dalam sisi kekokohan jiwa dan kekuatan kehendak. Rasulullah saw. telah menghadapi para srigala kemusyrikan dan singa kekufuran yang senantiasa ingin melipat bendera Islam dan memadamkan cahaya Allah swt. Tapi, dengan kekuatan kehendaknya, beliau berhasil memanen kepala-kepala mereka dan memporak-porandakan barisan bala tentara mereka, serta mengibarkan bendera Allah di muka bumi ini. Dengan mengemban peran yang sama, cucunya, Imam Al-Muntazhar as. akan bangkit dan menenggakkan minuman pahit ke mulut orang-orang zalim dan sombong dan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan Islam yang tidak akan pernah mengenal kehinaan lagi. Tak ada satu kekuatan pun di dunia ini yang akan mampu melawannya dan seluruh masyarakat dunia akan tunduk patuh terhadap segala titahnya. Dengan itu, bendera Tauhid akan berkibar di seluruh penjuru dunia.

e. Kedermawanan

Imam Al-Muntazhar as. adalah sosok manusia yang paling dermawan dan murah tangan. Di bawah kekuasannya, tidak akan tersisa satu pun bayangan kefakiran dan kemiskinan. Marilah kita simak hadis-hadis yang telah diriwayatkan dari nenek moyangnya tentang kedermawannya berikut ini:

a. Abu Sa‘îd meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau pernah menceritakan tentang kedermawanan Imam Mahdî as. Beliau bersabda: “Seorang rakyat akan datang menjumpainya seraya berkata kepadanya, ‘Wahai Mahdî, tolonglah aku, tolonglah aku!’ Ia akan memenuhi pakaian orang itu dengan uang sehingga ia tidak dapat membawanya.”[18]

b. Jâbir bercerita: “Seseorang pernah datang menjumpai Imam Abu Ja‘far as. sedangkan aku hadir di situ. Orang itu berkata kepadanya, ‘Semoga Allah merahmati Anda! Terimalah khumus yang berjumlah seratus dirham ini dan gunakanlah pada tempat-tempat pemakaiannya. Harta ini adalah zakat harta-hartaku.’

Abu Ja‘far berkata kepadanya, ‘Kamu ambil sendiri dan berikanlah kepada tetangga-tetanggamu, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta saudara-saudaramu dari kalangan muslimin. Cara pembagian semacam ini akan terjadi pada saat Al-Qâ’im kami muncul. Ia akan melakukan pembagian (harta) secara sama rata dan menyamaratakan keadilan terhadap seluruh makhluk Dzat Yang Maha Pengasih, baik makhluk yang baik maupun yang jahat. Barang siapa menaatinya, ia telah menaati Allah dan barang siapa menentangnya, ia telah menentang Allah. Ia dinamai Al-Mahdî karena ia akan memberikan petunjuk kepada sebuah perkara yang samar. Ia akan mengeluarkan Turat dan seluruh kitab (samawi) yang lain dari sebuah goa yang berada di Anthaqiyah dan ia akan menjalankan hukum atas pengikut Taurat dengan bersandarkan kepada kitab Taurat, atas pengikut Injil dengan bersandarkan kepada kitab Injil, atas pengikut Zabur dengan menggunakan kitab Zabur, dan atas pengikut Furqân dengan bersandarkan kepada Al-Furqân. Seluruh harta dunia, baik yang berada di dalam perut bumi maupun yang nampak di atasnya akan terkumpul di tangannya, dan lalu ia berkata kepada seluruh manusia, ‘Kemari dan ambillah apa yang telah menyebabkan kamu sekalian memutus tali silaturahmi—ia mengisyaratkan kepada harta-harta itu—dan menumpahkan darah, serta melanggar larangan-larangan Allah.’ Setelah berkata demikian, ia akan memberikan harta kepada mereka dalam jumlah yang belum pernah diberikan oleh siapapun sebelum dia.”[19]

Dan masih banyak hadis-hadis lain yang menegaskan bahwa ia adalah lautan kedermawan dan kemurahan tangan, serta bahwa ia akan berbuat derma kepada seluruh makhluk Allah swt. demi menyelamatkan mereka dari ketelanjangan dan kelaparan, serta meratakan kekayaan di tengah-tengah mereka.

f. Kokoh dalam Memegang Kebenaran

Imam Al-Muntazhar as. adalah salah seorang figur yang paling kokoh dalam membela kebenaran dan tidak peduli dengan celaan para pencela. Karakternya ini persis seperti karakter nenek moyang sucinya yang telah tegar membela kebenaran dan menghaturkan jiwa-jiwa mereka sebagai korban demi menebarkan keadilan sosial di tengah-tengah masyarakat.

Jika dunia ini menjadi terang benderang dengan kemunculan Al-Qâ’im keluarga Muhammad saw, ia akan menegakkan kebenaran dengan seluruh arti dan maknanya, sertanya tidak akan meninggalkan bayangan kezaliman dan kelaliman sedikit pun kecualinya akan membasmikan dan memusnahkannya.

Ibadah

Suatu hal yang pasti adalah, bahwa ibadah Imam Al-Muntazhar as. adalah persis seperti ibadah nenek moyang sucinya yang telah menghibahkan seluruh hidup mereka untuk Allah swt. Mereka telah menginfakkan mayortas hidup mereka dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah dan khusyuk di haribaan-Nya dengan berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari. Mereka tekun melakukan salat, membaca doa, dan melantunkan Al-Qur’an. Di atas jalan yang cemerlang ini jualah, Imam Al-Muntazhar as. berjalan. Para perawi hadis telah meriwayatkan banyak doa mulia yang selalu ia baca ketika mengerjakan salat dan membaca qunut. Semua doa itu menegaskan kedalaman hubungannya dengan Allah swt. dan kepasrahannya terhadap segala ketentuan-Nya. Kami telah memaparkan sebagian doa tersebut di dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Muntazhar as.

Periode Ghaibah Shughra

Termasuk salah satu karunia Allah swt. yang agung kepada Imam Al-Muntazhar as. adalah Dia telah menutupinya dari padangan mata para penguasa dinasti Bani Abbâsiyah zalim yang selalu berusaha untuk memusnahkan beliau. Ia keluar dari kepungan mereka, sedangkan mereka tidak mengetahui hal itu. Hal itu sebagaimana Dia pernah menutupi kakeknya, Rasulullah saw. dari pandangan mata orang-orang Quraisy yang telah berkumpul untuk membunuh beliau.

Pada kesempatan ini, kami akan memaparkan sejarah kehidupan Imam Al-Muntazhar as. pada periode Ghaibah Shughra ini secara ringkas.

a. Masa Periode Ghaibah Shughra

Periode Ghaibah Shughra dimulai dari sejak Imam Hasan Al-‘Askarî as. wafat pada tahun 260 Hijriah. Dari sejak saat itu, Imam Al-Muntazhar as. tersembunyi dari pandangan mata umat manusia. Hanya saja, ia masih melakukan hubungan dengan orang-orang mukmin yang saleh.

b. Tempat Imam Mahdî as. Gaib

Imam Al-Muntazhar as. gaib dari padangan umat manusia di rumahnya yang terletak di kota Samirra’. Di rumah ini juga terdapat makam suci ayahanda dan kakeknya.

Ada sebuah keyakinan sangat aneh yang diyakini oleh sebagian orang yang menaruh rasa dengki terhadap mazhab Syi‘ah. Mereka meyakini bahwa Imam Al-Muntazhar as. gaib di sebuah sirdab (ruang bawah tanah) yang terdapat di Samirra’ atau di kota lainnya. Setelah mengerjakan salat Maghrib, mereka berdiri di depan pintu sirdab yang terdapat di Samirra’ tersebut setiap malam dengan menyebut-nyebut namanya dan memanggilnya supaya cepat keluar. Mereka melakukan demikian hingga bintang-gumintang tampak. Setelah itu, mereka bubar dan menunggu keputusan hingga malam berikutnya tiba, sedangkan mereka memiliki penantian yang sama.[20]

Ini adalah sebuah keyakinan aneh yang tidak ber-sanad. Keyakinan ini mengindikasikan rasa dengki kepada Ahlul Bait as. Adapun sirdab yang terdapat di kota Samirra’ tersebut adalah sebuah mushalla bagi tiga imam Ahlul Bait as. dan hujah Allah atas hamba-Nya. Tak seorang pun dari ulama dan ahli sejarah Syi‘ah yang berpendapat bahwa ia gaib di sirdab tersebut atau sirdab-sirdab lain yang telah dipaparkan oleh orang-orang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap agama. Kami telah memaparkan kebohongan mereka ini dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as.

c. Para Duta Khusus

Pada periode ini, Imam Al-Muntazhar as. menentukan beberapa orang ulama yang saleh sebagai dutanya yang berperan sebagai mediator antara dirinya dan para pengikut Syi‘ah. Tugas mereka yang terpenting adalah mengantarkan pertanyaan dan problematika syariat kepadanya dan menerima jawabannya atas seluruh pertanyaan tersebut.

Para duta tersebut adalah sebagai berikut:

1. ‘Utsmân bin Sa‘îd

‘Utsmân adalah duta Imam Al-Muntazhar as. yang pertama. Ia adalah seorang yang tsiqah dan terpercaya. Ia telah melakukan perannya yang positif dan istimewa dalam berkhidmat kepada para imam Ahlul Bait as. pada masa Mutawakkil berkuasa dan pda saat ia memberlakukan embargo ekonomi atas Imam Ali Al-Hâdî as. dan melarang penyampaian harta zakat dan khumus kepadanya. Seluruh harta tersebut sampai ke tangan ‘Utsmân bin Sa‘îd dan ia meletakkannya di bagian bawah kaleng minyak goreng, lalu mengirimkannya kepada Imam Al-Hâdî as. dan setelah Imam Al-Hâdî wafat, kepada Imam Hasan Al-‘Askarî as. Dengan cara demikian, ia telah berhasil mengatasi krisis ekonomi yang membelenggu para imam Ahlul Bait as.

‘Utsmân adalah titik penghubung antara Imam dan para pengikut Syi‘ah. Ia memiliki kedudukan sebagai wakil mutlak Imam Mahdî as. Dengan demikian, ia berhak menghaturkan seluruh harta zakat dan khumus, serta surat-surat mereka kepadanya.

Wafat

Tidak lama setelah itu, ‘Utsmân meninggal dunia dan dimakamkan di Baghdad di dekat daerah Ar-Rashâfah. Ia memiliki makam ramai yang selalu diziarahi oleh mukminin.

Belasungkawa Imam Al-Muntazhar

Imam Al-Muntazhar as. mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas kepergian ‘Utsmân bin Sa‘îd yang agung itu dengan mengirim surat kepada putranya yang ‘alim dan suci, Muhammad bin ‘Utsmân. Surat itu berisi: “Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn. Kita terima segala titah-Nya dan kita rida atas segala ketentuan-Nya. Ayahmu telah hidup dengan bahagia dan meninggal dunia dengan terpuji. Semoga Allah merahmatinya dan menggabungkannya dengan para wali dan kekasih-Nya. (Selama hidup), ia senantiasa berusaha untuk menyelesaikan masalah mereka (baca: masyarakat) dan berusaha untuk menggapai apa yang Allah ‘Azza Wajalla dapat mendekatkannya kepada mereka. Semoga Allah membahagiakannya dan mengampuni ketergelincirannya. Semoga Allah memperagung pahalamu dan turut berduka cita denganmu. Kamu mendapatkan petaka dan kami juga mendapatkan petaka. Kamu telah menderita lantaran berpisah darinya dan kami juga demikian. Semoga Allah menganugerahkan kebahagiaan kepadanya di tempat ia kembali. Salah satu kebahagiaan yang ia miliki sekarang ini adalah Allah telah menganugerahkan kepadanya seorang putra sepertimu yang menggantikannya setelah ia meninggal dunia, menduduki kedudukannya, dan berbelas kasih kepadanya. Kutegaskan bahwa segala puji bagi Allah, karena seluruh jiwa percaya terhadap kedudukanmu dan terhadap segala karunia yang telah dianugerahkan oleh Allah ‘Azza Wajalla kepadamu. Begitu pula, Dia menguatkanmu, mendukungmu, dan membarikan taufik kepadamu dengan itu semua. Sedangkan Dia senantiasa menjadi wali dan penjagamu ....”[21]

Surat itu menunjukkan betapa Imam Al-Muntazhar as. sedih atas kepergian dutanya itu di mana ia adalah salah seorang figur dan unsur keimanan. Begitu juga, ia menegaskan kepercayaannya yang dalam kepada putranya, Muhammad yang telah memiliki seluruh unsur karakter kesempurnaan.

2. Muhammad bin ‘Utsmân

Muhammad bin ‘Utsmân menjadi duta Imam Al-Muntazhar as. (sepeninggal ayahnya). Ia adalah salah seorang figur tsiqah dalam mazhab Syi‘ah dan ulamanya yang handal. Sebagaimana sang ayah, ia mendapat kepercayaan di hati seluruh masyarakat Syi‘ah. Seluruh surat masyarakat Syi‘ah dan harta khumus dan zakat mereka diberikan kepadanya dan selanjutnya, ia menyampaikan seluruh amanat itu kepada Imam Al-Muntazhar as. Setelah itu, ia memberikan jawabannya kepada mereka.

Imam Al-Muntazhar as. pernah menulis sepucuk surat kepada Muhammad bin Ibrahim Al-Ahwâzî tentang kepribadian Muhammad bin ‘Utsmân yang isinya: “Ia—yaitu Muhammad bin ‘Utsmân—adalah orang kepercayaan kami pada saat ayahnya masih hidup—semoga Allah meridai dan membahagiakannya. Ia menduduki kedudukannya dan menempati posisinya. Sang putra hanya mengeluarkan perintah atas perintah kami dan juga mengamalkannya. Semoga Allah memberikan anugerah kepadanya. Oleh karena itu, ambillah ucapannya.”[22]

Muhammad bin ‘Utsmân meninggal dunia pada bulan Jumadil Ula 305 Hijriah.[23]

3. Husain bin Ruh

Ia adalah duta ketiga Imam Al-Muntazhar as. Ia memiliki karakter ketakwaan, kesalehan, keluasan ilmu pengetahuan, dan akal yang sangat besar. Ia mendapatkan kemuliaan untuk menjadi duta dan wakilnya setelah Muhammad bin ‘Utsmân meninggal dunia. Dan Muhammad bin ‘Utsmânlah yang menegaskan hal itu. Ketika para tokoh kenamaan Syi‘ah bertanya kepadanya tentang orang yang akan menggantikan posisinya, ia menjawab: “Abul Qasim Husain bin Ruh bin Abi Bahr An-Nawbakhtî ini adalah penggantiku, duta (kepercayaan) antara kamu sekalian dan Shâhidul Amr—semoga Allah mempercepat farajnya, wakil, dan orang kepercayaannya. Oleh karena itu, rujuklah kepadanya berkenaan dengan seluruh urusanmu dan percayakanlah kepadanya setiap problematika yang menimpamu. Aku telah diperintah untuk menyampaikan hal ini dan kini aku telah sampaikan ....”[24]

Husain bin Ruh pernah mengadakan dialog yang sangat menarik dengan seorang penentang kebenaran, dan ia unggul atasnya. Muhammad bin Ibrahim bin Ishâq merasa heran dengan kemenangannya itu seraya bertanya kepadanya: “Apakah semua jawaban itu berasal dari dirimu sendiri atau kamu menerimanya dari para imam pembawa petunjuk itu?”

Husain bin Ruh menjawab: “Hai Muhammad bin Ibrahim, aku terjatuh dari langit menuju ke bumi, lalu aku disantap oleh burung atau aku dihempaskan oleh angin di tempat yang sangat jauh adalah lebih kusukai daripada aku mengatakan sesuatu berkenaan dengan agamaku yang berasal dari pendapatku sendiri. Semua jawaban itu berasal dari sumbernya dan aku telah mendengarnya dari Hujah (baca: Imam Mahdi) as. ....”[25]

Husain bin Ruh menjadi duta Imam Mahdî as. selama dua puluh satu atau dua puluh dua tahun. Selama itu, ia menjadi tempat rujukan para pengikut Syi‘ah dan mediator yang terpercaya antara mereka dan Imam. Pada suatu hari, ia tertimpa penyakit hingga meninggal dunia pada tahun 326 Hiriah.[26] Acara ritual pemakaman jenazahnya dilakukan dengan sangat meriah. Ia dimakamkan di Baghdad, tepatnya di pasar Syurjah yang sekarang merupakan sebuah pusat perdagangan ramai di Baghdad.

4. Ali bin Muhammad As-Samurî

Ia menerima kemuliaan sebagai duta dan wakil Imam Mahdî as. dengan penentuannya sendiri secara langsung. Ia adalah dutanya yang terakhir dan telah melaksanakan tugasnya sebagai duta dengan penuh kejujuran dan ketulusan. Para perawi hadis mengatakan bahwa sebelum meninggal dunia, ia pernah menunjukkan sebuah surat yang telah ditandatangani oleh Imam Al-Muntazhar as. kepada para pengikut Syi‘ah. Di antara isi surat itu—setelah basmalah—adalah berikut ini:

Hai Ali bin Muhammad As-Samurî, semoga Allah mengagungkan pahala saudara-saudaramu dengan kepergianmu. Kamu akan meninggal dunia dan sisa hari-harimu hanyalah enam hari. Oleh karena itu, bereskanlah seluruh urusanmu dan janganlah berwasiat kepada siapa pun untuk menggantikan posisimu setelah kamu meninggal dunia. Masa kegaiban yang total telah tiba dan tiada kemunculan (bagiku) kecuali dengan perintah dari Allah swt. Dan kemunculan itu akan terjadi setelah masa yang panjang berlalu, setelah hati-hati mengeras, dan setelah bumi dipenuhi oleh kelaliman. Akan datang kepada Syi‘ahku orang yang mengaku berjumpa denganku. Ia adalah pembohong dan pembual. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi nan Maha Agung ....[27]

Dalam surat itu kita dapatkan bahwa ia menolak setiap orang yang mengaku pernah berjumpa dengan Imam Al-Muntazhar as. pada masa priode Ghaibah Kubra dan menegaskan bahwa ia adalah seorang pembohong dan pembual. Padahal, suatu hal yang pasti adalah beberapa orang mukmin yang saleh pernah berjumpa dengannya dan mendengarkan ucapannya.

Oleh karena itu, surat tersebut ditakwilkan dengan berbagai macam takwil, dan mungkin takwil yang paling jitu adalah, bahwa orang yang mengaku pernah berjumpa dengan Imam Al-Muntazhar as. sebagai duta dan wakilnya, seperti empat orang dutanya tersebut, adalah pembohong dan pembual. Mungkin takwil ini lebih mendekati kebenaran.

As-Samurî tertimpa penyakit dan menderita penyakit itu selama beberapa hari. Sebagian pengikut Syi‘ah pernah menjenguknya seraya bertanya: “Siapakah washî-mu setelah kamu meninggal dunia?”

Ia menjawab: “Urusan itu hanya milik Allah dan Dia yang akan mengurusnya.”

Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Sya‘ban 329 Hijriah.[28]

d. Wilayah Para Fuqaha

Imam Al-Muntazhar as. telah menetapkan para fuqaha Syi‘ah yang agung sebagai wali dan wakilnya seraya memerintahkan para pengikut Syi‘ah untuk merujuk kepada mereka dan menyelesaikan seluruh problematika sosial politik sesuai dengan pandangan mereka. Di dalam surat yang telah ia kirim kepada Syaikh Mufid ra, ia menegaskan: “Berkenaan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi, rujuklah kaian kepada para perawi hadis kami, karena mereka adalah hujahku atas kamu dan aku sendiri adalah hujah Allah atas kalian.”[29]

Kami telah memaparkan pembahasan tentang hal ini di dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as.

Periode Ghaibah Kubra

Para fuqaha yang agung mendapatkan kemuliaan sebagai wakil Imam Al-Muntazhar as. (pada periode ini). Kepada merekalah para pengikut Syi‘ah merujuk untuk menanyakan hukum-hukum syariat.

Layak disebutkan di sini bahwa Imam Al-Munatazhar as. pernah berjumpa dengan tokoh ulama dan orang-orang yang bertakwa. Di antara mereka adalah seorang ‘alim agung dan tsiqah yang terpercaya, Syaikh Mufid ra. Imam Al-Mahdî as. pernah mengirimkan beberapa surat kepadanya, dan Syaikh Mufid pernah menerima tiga pucuk surat darinya. Kami telah menyebutkan sebagian surat itu dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as.

Pertanyaan dan Kritikan

Sejarah hidup Imam Al-Muntazhar as. menghadapi berbagai ragam pertanyaan dan kritikan. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Usia yang Panjang

Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan berkenaan dengan usia Imam Al-Muntazhar as. yang sangat panjang. Bagaimana mungkin ia hidup selama seribu seratus lima puluh tahun lebih, sedangkan ia tidak mengalami masa lansia yang merupakan sebuah realita natural kehidupan seorang manusia? Sel-sel tubuh manusia mengalami perkembangan dan penguatan secara bertahap, dan makin panjang usia yang dimilikinya, seluruh sel tubuhnya pasti akan mengalami dis-fungsional. Hal itu lantaran mikroba-mikroba yang selalu menyerangnya atau akibat racun yang merasuk ke dalam tubuhnya melalui makanan yang kotor atau faktor-faktor yang lain, suatu hal yang dapat menyebabkan ia harus meninggalkan dunia ini.

Jawaban atas pertanyaan ini adalah:

Pertama, manusia berusia panjang—secara logis—adalah suatu hal yang mungkin, dan tidak mustahil, seperti sekutu Tuhan atau premis “sesuatu adalah ganjil dan genap dalam waktu yang sama”. Masalah ini adalah persis seperti masalah naik ke bulan atau ke planet yang lain. Hal ini adalah suatu yang mungkin secara logis dan sudah terealisasi setelah faktor-faktor alaminya tersedia bagi umat manusia. Dengan demikian, usia panjang bagi Imam Al-Muntazhar as. adalah sesuatu yang mungkin, baik secara praktik maupun teorik. Dan hal itu dengan kehendak Sang Pencipta Yang Maha Agung. Dengan kehendak-Nya, Allah dapat menjaga seluruh sel pembentuk tubuh seorang manusia dari pengaruh segala faktor eksternal yang dapat menyebabkan ketuaan dan kefanaannya. Lebih dari itu, Nabi Nuh as. hidup di tengah-tengah kaumnya mengajak kepada kalimat Tauhid selama sembilan ratus lima puluh tahun—sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qur’an yang mulia. Dengan semua bukti ini, mengapa kita meyakini usia panjang yang dimiliki oleh Nabi Nuh as., sementara kita mengingkari usia panjang yang dimiliki oleh Imam Al-Muntazhar as., padahal keduanya sama-sama mendapatkan perintah untuk melakukan perombakan dan reformasi sosial?

Kedua, jika kita terima bahwa usia panjang bagi seseorang selama ratusan atau ribuan tahun—secara logis—tidak mungkin; lantaran hal ini bertentangan dengan undang-undang alamiah yang mengharuskan masa tua dan kefanaannya, hal itu tidak mungkin hanya untuk kita. Adapun berkenaan dengan Allah swt., hal itu adalah suatu hal yang sangat sederhana sekali. Dia telah menjadikan api—yang merupakan faktor pembakar—dingin dan membawa keselamatan bagi Syaikhul Anbiyâ’ Ibrahim as. Begitu juga ia telah membelah lautan untuk Nabi Mûsâ dan kaumnya, lalu menyelamatkan mereka dari tenggelam, dan Dia menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya.

Sesungguhnya jika kehendak Allah swt. telah tertuju kepada sesuatu, kehendak itu dapat merubahnya dari ketiadaan menjadi keberadaan.

2. Rahasia Usia Panjang

Terdapat satu pertanyaan lain yang biasa dilontarkan berkenaan dengan tema ini. Yaitu, apa rahasia di balik usia panjang yang telah dianugerahkan oleh Allah swt. kepada Imam Al-Muntazhar as.? Mengapa usianya tidak dibatasi seperti usia nenek moyang sucinya yang suci itu?

Jawab: Allah swt. memberikan tugas khusus kepada Imam Al-Muntazhar as. untuk memperbaiki dunia ini secara total dan menyerahkan kepadanya urusan penyelamatan masyarakat manusia dari seluruh jenis kesesatan kelam yang dapat memporak-porandakan kehidupan mereka dan menjerumuskannya ke dalam jurang kebodohan hidup yang sangat dalam. Dengan demikian, Imam Al-Muntazhar as. adalah seorang reformis tunggal untuk seluruh umat manusia yang hidup di atas bumi ini. Oleh karena itu, ia harus melihat periode-periode kelam (sejarah dunia) yang dialami dan disaksikan oleh umat manusia selama rentang kehidupan mereka sehingganya menjadi seorang penyelamat terakhir yang akan menebarkan cahaya kesejahteraan dan memenuhi bumi ini dengan suara keadilan.

3. Mengapa Tidak Muncul?

Di antara pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan berkenaan dengan masalah kegaiban Imam Al-Muntazhar as. adalah mengapa ia tidak kunjung muncul dan menegakkan hukum Allah swt. di muka bumi ini?

Jawab: kemunculan Imam Al-Mahdî as. tidak berhubungan dan tunduk terhadap keinginan umat manusia. Semua itu berada di tangan Sang Pencipta Yang Maha Agung. Allah swt. mengutus hamba dan rasul-Nya, Muhammad saw. setelah berlalu lima abad dari periode jahiliah. Dan hal itu terjadi setelah kondisi umum masyarakat mendukung demi perealisasian risalah-Nya. Begitu juga berkenaan dengan kemunculan Imam Mahdî as. Ia akan muncul kembali sesuai dengan ketentuan Allah swt., dan untuk itu Dia “harus” mempersiapkan kondisi yang mendukung di seluruh penjuru dunia sehingga Dia membangkitkannya kembali demi menegakkan keadilan yang murni di tengah-tengah para hamba-Nya.

4. Bagaimana Mungkin Ia Melakukan Perbaikan untuk Seluruh Dunia ini?

Di antara kritikan yang selalu dilontarkan berkenaan dengan tema Imam Al-Muntazhar as. adalah bagaimana mungkin ia melakukan perbaikan atas seluruh dunia ini dan merombak metode kehidupan yang telah dipenuhi oleh kezaliman menjadi sebuah kehidupan yang aman dan sejahtera tak satu pun bayangan kezaliman dan pemerasan serta tidak juga bayang-bayang kemiskinan menghantuinya?

Jawab: hal ini adalah suatu hal yang mungkin sekali. Karena, corak kehidupan dunia dan peristiwa-peristiwa besar yang dapat merubah metode kehidupan (umat manusia) hanya tergantung kepada tokoh-tokoh umat manusia (yang memiliki perang penting). Nabi mulia saw. adalah satu-satunya figur yang telah berhasil mengibarkan bendera Allah tinggi-tinggi, bukan paman-paman beliau. Kabilah-kabilah Quraisy, para singa Arab, dan pengikut ahlulkitab telah menentang beliau. Akan tetapi, dengan kemauan dan tekadnya, beliau mampu menundukkan mereka dan mengumandangkan suara Tauhid. Begitu juga Nabi Mûsâ as. Ia telah berhasil memprak-porandakan Fir’aun dan mengangkat kalimat Allah di muka bumi ini. Tidak berbeda juga dengan Nabi Isa as. dan para nabi dan rasul yang lain. Mereka telah melaksanakan peran mereka secara independen demi merealisasikan missi reformis mereka. Dengan itu semua, peran setiap individu nampak unggul dalam rangka melakukan sebuah reformasi sosial. Berbeda dengan pandangan Marxisme yang menafikan nilai dan peran individu, dan bahwa ia tidak memiliki pengaruh sama sekali dalam usaha merombak sebuah peristiwa (sejarah). Seluruh pengaruh dan peran hanya dimiliki oleh kelompok dan sosial.
Ala kulli hal, Imam Al-Muntazhar as—seperti kakeknya, Rasulullah agung saw.—akan melakukan perombakan atas metode kehidupan yang sudah tegak berdiri di atas pondasi kezaliman dan permusuhan. Dengan itu, ia akan menyelamatkan umat manusia dari seluruh malapetaka dan cobaan yang melilit mereka dan menebarkan keamanan, kesejahteraan, kecintaan, dan kebersamaan di tengah-tengah masyarakat manusia.

Dengan jawaban ini, kita telah usai menjawab sebagian pertanyaan (seputar Imam Al-Muntazhar as). Kami telah menyebutkan banyak pertanyaan beserta jawabannya dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as.

Tanda-tanda Kemunculan Imam Al-Muntazhar

1. Kezaliman Tersebar

Di antara tanda-tanda yang paling menonjol bagi kemunculan Imam Al-Muntazhar as. adalah kezaliman tersebar, keamanan musnah, dan kemiskinan merebak di mana kehidupan dipenuhi oleh segala macam peristiwa dan malapetaka, dan umat manusia hidup dengan segala kekhawatiran lantaran rasa takut dan ancaman yang selalu mereka hadapi. Kehidupan jahiliah—dengan seluruh bentuk kejahatan dan tindak-tindak kriminalnya—akan mendominasi kehidupan masyarakat, seluruh manusia berlomba-lomba untuk berbuat kemungkaran, dan Islam kembali asing seperti sedia kala; kekuatannya padam, seluruh kekuasaan dunia meluluh-lantakkan prinsip-prinsipnya, merampas seluruh kekayaannya, dan menjadikannya berada di bawah telapak kaki kekuasannya.

Marilah kita simak sebagian hadis berikut ini:

a. Abu Sa‘îd Al-Khudrî meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Akan menimpa umatku di akhir zaman petaka besar yang tiada petaka lebih besar dari itu yang dilakukan oleh penguasa mereka sehingga bumi yang terhampar luas ini menjadi sempit bagi mereka dan sehingga bumi ini dipenuhi oleh kezaliman dan kelaliman. Seorang mukmin tidak akan menemukan tempat perlindungan untuk berlindung dari kezaliman itu. Setelah itu, Allah ‘Azza Wajalla akan membangkitkan salah seorang dari ‘Itrahku yang akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi oleh kezaliman. Seluruh penghuni langit dan bumi merasa rida terhadapnya. Bumi tidak menyimpan satu biji pun kecuali ia akan mengeluarkannya dan langit tidak juga menahan satu tetes air pun kecuali Allah akan mencurahkannya atas mereka dengan deras.”[30]

Hadis ini mengutarakan malapetaka dan bencana yang akan dialami oleh muslimin dari tangan para penguasa dan raja mereka yang selalu berbuat zalim terhadap mereka. Setelah itu, Allah swt. akan menyelamatkan mereka dengan perantara Imam Mahdî as. Dengan perantara imam ini, Allah memenuhi bumi ini dengan rahmat dan segala jenis kebaikan dan menghabisi seluruh dedengkot kelaliman itu.

b. ‘Awf bin Mâlik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Hai ‘Awf, apa yang akan kamu lakukan jika umat ini berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan; satu golongan berada di surga dan selebihnya berada di dalam api neraka?”

‘Awf bertanya: “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”

Beliau menjawab dengan menceritakan malapetaka besar yang akan dialami oleh umat ini seraya bersabda: “(Hal itu terjadi) apabila bala tentara (kezaliman) bertambah banyak, para budak menjadi penguasa, orang-orang bodoh duduk di atas mimbar, harta Faiy’ dijadikan sebagai harta warisan, harta zakat dijadikan harta rampasan dan amanat dijadikan kesempatan untuk mengeruk keuntungan, agama Allah dipelajari bukan karena Allah, seorang laki-laki menaati istrinya, seseorang berbuat durhaka kepada ibunya dan kurang ajar terhadap ayahnya, generasi terakhir umat ini melaknat generasi pertama, orang fasik menjadi penguasa kabilah, orang yang terhina menjadi pemimpin sebuah kaum, dan seseorang dihormati karena takut terhadap kejahatannya.”

Selanjutnya beliau menambahkan: “Setelah itu, datanglah sebuah fitnah dahsyat yang kelam, kemudian fitnah-fitnah (yang lain) berdatangan silih berganti sehingga salah seorang dari Ahlul Baitku yang bernama Mahdî keluar.”[31]

Riwayat ini menceritakan kebejatan, kerusakan, dan penyelewengan muslimin dari prinsip-prinsip agung agama mereka yang akan menimpa dunia Islam. Dengan itu, kezaliman akan tersebar luas dan malapetaka akan mendominasi (kehidupan masyarakat). Setelah itu, Allah swt. akan menyelamatkan mereka dengan perantara wali-Nya yang agung, Imam Mahdî as. yang akan menghidupkan kembali agama ini dan menegakkan tonggak-tonggaknya.

c. Rasulullah saw. juga bersabda: “Mahdi umat ini berasal dari kami apabila dunia telah menjadi berantakan, fitnah-fitnah bermunculan, jalan-jalan (menuju kebenaran) terputus, dan sebagian manusia menyerang sebagian yang lain. Tiada orang besar yang mengasihi anak yang kecil dan tiada anak kecil yang menghormati orang yang besar. Kemudian, Allah mengutus Mahdî kami. Ia adalah anak kesembilan dari keturunan Husain as. Ia akan membebaskan benteng-benteng kesesatan dan membuka hati-hati yang terkunci. Ia akan menegakkan agama di akhir zaman sebagaimana aku telah menegakkannya di awal zaman. Ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi oleh kezaliman.”[32]

Hadis ini menegaskan fitnah, kegoncangan, dan tiadanya tolok ukur-tolok ukur yang benar yang akan mendominasi seluruh kehidupan umat manusia. Setelah itu, Allah swt. akan menyelamatkan umat manusia dengan perantara wali-Nya yang agung yang akan membangun sebuah kehidupan sejahtera yang didominasi oleh seluruh jenis kebaikan.

2. Kemunculan Dajjâl

Termasuk salah satu tanda kemunculan Imam Al-Muntazhar as. yang pasti adalah kemunculan Dajjâl di arena kehidupan ini dan usahanya untuk menyesatkan opini masyarakat umum. Di samping itu, orang-orang Yahudi juga akan bergabung dengannya.

Marilah kita simak hadis-hadis berikut ini:

a. Hisyâm bin ‘Âmir berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tiada suatu hal yang lebih dahsyat dari sejak penciptaan Adam hingga hari kiamat terjadi daripada Dajjâl.’”[33]

Arti hadis ini adalah, bahwa (kemunculan) Dajjâl termasuk salah satu peristiwa dunia yang sangat penting. Hal itu lantaran fitnah dan penumpahan darah yang akan terjadi setelah kemunculannya.

b. Anas bin Mâlik meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada seorang nabi pun kecuali ia telah memberikan peringatan tentang masalah Dajjâl yang satu matanya buta dan pembohong. Ingatlah bahwa ia buta satu matanya, dan sesungguhnya Tuhan kamu sekalian tidak buta satu mata-Nya.”[34]

Para nabi as. telah mengingatkan kita akan fitnah Dajjâl yang selalu menipu umat manusia dan mencegah mereka dari kebenaran, serta menjerumuskan mereka ke dalam jurang kejahatan yang maha besar.

Ini adalah sebagian hadis berkenaan dengan Dajjâl yang buta satu matanya di mana ia adalah perusak sejarah umat manusia yang paling dahsyat. Kami telah menyebutkan kondisi dan karakternya di dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as.

3. Kemunculan Sufyânî

Salah satu tanda kemunculan Imam Al-Muntazhar as. yang pasti adalah kemunculan Sufyânî. Ia adalah salah satu tonggak kejahatan dan kerusakan di atas bumi ini. Silsilah keturunannya berakhir kepada Abu Sufyân, musuh besar Islam itu. Imam Amirul Mukminin as. telah menjelaskan karakter, fitnah, dan petakanya dalam sebuah hadis panjang dan terperinci yang telah kami sebutkan di dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as.

4. Bendera Berwarna Hitam Berkibar

Di antara tanda-tanda kemunculan Imam Al-Muntazhar as. yang pasti adalah pembentukan sebuah laskar Islam yang mengibarkan bendera-bendera berwarna hitam. Menurut perkiraan yang kuat, seluruh bendera itu dibuat dari kain yang berwarna hitam untuk menghaturkan belasungkawa kepada Sayidus Syuhada’ as. Banyak sekali hadis yang menegaskan masalah ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Dengan sanad-nya, Hasan meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. menyebutkan malapetaka dan fitnah yang akan menimpa Ahlul Baitnya as. sehingga Allah mengangkat sebuah bendera berwarna hitam dari arah timur. Beliau bersabda: “Barang siapa menolongnya, niscaya Allah akan menolongnya dan barang siapa menghinakannya, niscaya Allah akan menghinakannya. (Hal itu terus berlanjut) sehingga mereka mendatangi salah seorang yang namanya adalah seperti namaku. Lalu, mereka menyerahkan urusan mereka kepadanya, kemudian Allah menguatkannya dan menolong mereka.”[35]

b. Tsawbân meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika kamu melihat bendera-bendera berwarna hitam berkibar dari arah Khurasan, maka datangilah, karena di sana terdapat Khalifah Allah Al-Mahdî.”[36]

c. Jâbir meriwayatkan bahwa Imam Abu Ja‘far as. berkata: “Bendera-bendera yang keluar dari Khurasan akan sampai di Kufah. Jika Mahdî as. muncul di Mekah, bendera-bendera itu akan menuju kepadanya dengan membawa baiat.”[37]

Dan masih banyak lagi hadis-hadis yang menegaskan kemunculan bendera-bendera berwarna hitam dari arah Khurasan atau arah timur, dan hal ini adalah salah satu tanda kemunculan Imam Mahdî as.

5. Seruan dari Langit

Di antara tanda-tanda kemunculan Imam Mahdî as. yang pasti adalah seruan seorang malaikat dari langit yang memberitahukan kemunculannya dan mengajak seluruh umat manusia untuk membaiatnya, serta ia berbicara dengan setiap umat dengan bahasa mereka masing-masing.

Banyak hadis yang menegaskan hal ini. Di antaranya adalah hadis-hadis berikut ini:

a. Abdullah bin ‘Imrân meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Mahdî akan muncul sedangkan ia memakai serban dan di atas kepalanya terdapat seorang malaikat yang berseru, ‘Ini adalah Khalifah Allah Al-Mahdî. Maka, ikutilah dia.’”[38]

b. Imam Ar-Ridhâ as. berkata: “Jika ia—yaitu Imam Al-Muntazhar as—muncul, bumi akan terang benderang dengan cahayanya dan timbangan keadilan akan dipampangkan di hadapan umat menusia. Tak ada satu orang pun yang akan menzalimi yang lain. Ia adalah orang yang bumi dihamparkan untuknya dan ia tidak memiliki bayangan. Ia adalah orang yang seorang penyeru dari langit berseru (untuknya) dan suaranya dapat didengar oleh seluruh penduduk seraya berkata, ‘Ingatlah! Sesungguhnya hujah Allah telah muncul di samping Baitullah swt. Maka, ikutilah dia, karena kebenaran selalu bersamanya dan ada dalam dirinya. Ini adalah firman Allah yang berbunyi, ‘Jika Kami kehendaki, niscaya Kami menurunkan kepada mereka sebuah tanda dari langit, maka senantias kuduk-kuduk mereka tunduk kepadanya.’” (QS. Asy-Syu‘arâ’ [26]:4)[39]

c. Imam Amirul Mukminin Ali as. berkata: “Jika malaikat penyeru berseru dari langit bahwa kebenaran berada dalam keluarga Muhammad saw., maka pada saat itu Mahdî akan muncul kepada umat manusia. Mereka merasa sangat bahagia dengan itu, dan mereka tidak mengingat apapun selain dia.”[40]

Masih banyak lagi riwayat dan hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. dan para imam maksum as. yang memiliki kandungan yang sama. Seluruh hadis itu menegaskan bahwa salah satu tanda kemunculan Imam Al-Muntazhar as. adalah seruan malaikat dari langit. Dan sangat bisa dipastikan bahwa seruan itu ditujukan kepada seluruh umat manusia dengan menggunakan bahasa mereka masing-masing.

6. Al-Masih Turun dari Langit

Termasuk salah satu tanda kemunculan Imam Al-Muntazhar as. yang pasti adalah Nabi Isa as. turun dari langit ke bumi dan membaiatnya, serta mengerjakan salat di belakangnya. Jika umat Kristen melihat ini, mereka akan memeluk Islam.

Marilah kita simak hadis-hadis berikut ini:

a. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya para khalifah dan washî-ku berjumlah dua belas orang. Yang pertama adalah saudaraku dan yang terakhir adalah anakku.”

Salah seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah saudara Anda itu?”

Beliau menjawab: “Ali bin Abi Thalib.”

Salah seorang sahabat bertanya lagi: “Siapakah anak Anda itu?”

Beliau menjawab: “Mahdi yang akan memenuhi bumi dengan keadilan seperti telah dipenuhi oleh kezaliman. Demi Dzat yang telah mengutusku dengan membawa berita gembira kebenaran, seandainya tidak tersisa dari usia dunia ini kecuali satu hari, niscaya Allah akan memanjangkan hari itu sehingga anakku Mahdî muncul. Lalu, Isa bin Maryam turun (dari langit) dan mengerjakan salat di belakangnya, bumi terang benderang dengan cahaya Tuhannya, dan kerajaannya akan mencapai kawasan timur dan barat.”[41]

b. Rasulullah saw. bersabda: “Isa bin Maryam akan muncul ketika waktu Shubuh tiba ... Ia berkulit putih, berambut pirang kekuning-kuningan, dan rambutnya dibelah dua seakan-akan kepalanya kerkucuran minyak wangi. Ia akan memecahkan segala jenis salib, membunuh seluruh babi, membinasakah Dajjâl, membawa harta Imam as., dan seluruh pengikut ahlulkitab berjalan di belakangnya. Ia adalah mentri Al-Qâ’im yang terpercaya, penjaga, dan wakilnya. Ia akan membentangkan keamanan di kawasan timur dan barat.”[42]

Sangat banyak sekali hadis yang menegaskan bahwa Al-Masih as. akan turun dari langit, membaiat Imam Al-Muntazhar as., mengerjakan salat di belakangnya, dan melaksanakan peran yang sangat positif dalam rangka menolong dan mendukung beliau. Kami telah menyebutkan banyak contoh hadis dalam hal ini di dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as.

Ini adalah sebagian tanda-tanda pasti bagi kemunculan imam kebenaran dan suara keadilan insani. Dalam buku-buku referensi hadis yang lain juga telah disebutkan tanda-tanda kemunculan Imam Mahdî as. yang lain.

Masa Kemunculan

Kemunculan Imam Al-Muntazhar as. akan terjadi pada hari Sabtu, 10 Muharam. Hari ini adalah hari syahadah buah hati Rasulullah saw., Imam Husain as. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh hadis-hadis berikut ini:

a. Abu Bashîr meriwayatkan bahwa Imam Ash-Shâdiq as. berkata: “Al-Qâ’im akan muncul pada hari Sabtu di hari Asyura. Yaitu, hari Al-Husain dibunuh.”[43]

b. Ali bin Mahziyâr meriwayatkan bahwa Imam Abu Ja‘far Muhammad Al-Bâqir as. berkata: “Seakan-akan aku melihat Al-Qâ’im di hari Asyura pada hari Sabtu sedang berdiri di antara Rukun Ka‘bah dan Maqam (Ibrahim). Di hadapannya berdiri Malaikat Jibril yang menyeru, ‘Baiat hanya untuk Allah.’ Lalu, ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana bumi itu telah dipenuhi oleh kezaliman.”[44]

Dan masih banyak lagi hadis lain yang menentukan dengan pasti masa dan tempat kemunculan Imam Mahdî as. Kami telah memaparkan banyak hal tentang sejarah Imam Al-Muntazhar as. ketika ia muncul dalam buku kami yang berjudul Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as.

Dengan pemaparan singkat berkenaan dengan sejarah hidup para imam maksum pembawa petunjuk as. ini, pembahasan kita pun tuntas. Dan kami telah memaparkan sejarah kehidupan mereka—sebagai tongkat estafet kehidupan kakek mereka, Rasulullah saw.—secara tematis dan menyeluruh dalam ensklopedia Ahlul Bait as.




--------------------------------------------------------------------------------

[1] Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as., jilid 1, hal. 24.
[2] Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as., hal. 24.
[3] Bihâr Al-Anwâr, jilid 13, hal. 3.
[4] Ibid., hal. 10.
[5] Al-Ghaibah, karya Syaikh Thusi, hal. 38.
[6] Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as., hal. 26.
[7] ‘Iqd Ad-Durar, hal. 53.
[8] Bihâr Al-Anwâr, jilid 13, hal. 10.
[9] Yanâbî‘ Al-Mawaddah, hal. 460.
[10] Al-Ghaibah, karya An-Nu‘mani, hal. 214.
[11] ‘Iqd Ad-Durar, hal. 69.
[12] Ibid., hal. 109.
[13] Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as., hal. 39.
[14] Ibid.
[15] Bihâr Al-Anwâr, jilid 52, hal. 359.
[16] Al-Ghaibah, karya An-Nu‘mani, hal. 234.
[17] Ibid., hal. 233.
[18] Muntakhab Kanz Al-’Ummâl, jilid 6, hal. 29; Yanâbî‘ Al-Mawaddah, hal. 431; Mashâbîh As-Sunah, jilid 3, hal. 493.
[19] Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as., hal. 45.
[20] Muqadimah Ibn Khaldûn, hal. 359.
[21] Bihâr Al-Anwâr, jilid 13, hal. 96.
[22] Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as., hal. 124.
[23] Ibid., hal. 126.
[24] Muntakhab Al-Atsar, hal. 397.
[25] Ibid.; Al-Ghaibah, karya Syaikh Thusi, hal. 386.
[26] Muntakhab Al-Atsar, hal. 392.
[27] Mu‘jam Rijâl Al-Hadîts, ilid 13, hal. 186.
[28] Al-Ghaibah, karya Syaikh Thusi, hal. 342.
[29] Wasâ’il Asy-Syi‘ah, kitab Al-Qadhâ’, jilid 18, hal. 101.
[30] ‘Iqd Ad-Durar, hal. 113.
[31] Kanz Al-’Ummâl, jilid 6, hal. 44. Hampir sama dengan hadis tersebut hadis yang terdapat di dalam Al-‘Urf Al-Wardî, jilid 2, hal. 67.
[32] Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as., hal. 251.
[33] ‘Iqd Ad-Durar, hal. 324.
[34] Ibid., hal. 323; Shahîh Al-Bukhârî, jilid 3, hal. 1214.
[35] Hayâh Al-Imam Muhammad Al-Mahdî as., hal. 276.
[36] Kanz Al-’Ummâl, jilid 7, hal. 182.
[37] Al-‘Urf Al-Wardî, jilid 2, hal. 68.
[38] Ibid., jilid 2, hal. 11; Nûr Al-Abshâr, hal. 155; Yanâbî‘ Al-Mawaddah, hal. 447.
[39] Farâ’id As-Simthain, jilid 2, hal. 337.
[40] Al-Malâhim wa Al-Fitan, hal. 36.
[41] Gâyah Al-Marâm, hal. 43; Farâ’id As-Simthain, jilid 2, hal. 312.
[42] Ibid., hal. 697, menukil dari tafsir Ats-Tsa‘labî.
[43] Kamâl Ad-Dîn, jilid 2, hal. 254.
[44] Al-Ghaibah, karya Syaikh Thusi, hal. 453.

No comments:

Post a Comment